DASAR-DASAR PENGETAHUAN
A.
PENGETAHUAN
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yg diketahui
manusia.
Suatu hal yang menjadi
pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta
kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu pengetahuan menuntut
adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan
objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin
diketahuinya.
Burhanuddin
Salam mengklasifikasikan bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1.
Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa, atau dapat kita
pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena seseorang memiliki
sesuatau karena menerima secara baik. Orang menyebut sesuatu itu merah karen
memang merah, orang menyebut benda itu panas karena memang benda itu panas dan
seterusnya.
2.
Pengetahuan Ilmu (science) yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif dan
objektif, seperti ilmu alam dan sebagainya.
3.
Pengetahuan Filsafat, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang
bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan
pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
4.
Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang hanya didapat dari Tuhan lewat para
utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para
pemeluk agama[6].
Jadi
perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah jika pengetahuan (knowledge)
adalah hasil tahu manusia untuk memahami suatu objek tertentu[7], sedangkan
ilmu (science) adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis[8].
B. MANUSIA
Mahluk hidup ciptaan
Tuhan yang paling sempurna dibandingkan mahluk hidup yg lain (hewan
dan tumbuhan)
MENGAPA
MANUSIA MEMERLUKAN PENGETAHUAN?
- Manusia mempunyai sifat rasa ingin tahu tentang sesuatu, dan rasa ingin tahu itu selalu berkembang dari waktu ke waktu .
- Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang selalu berubah dan meningkat dari waktu kewaktu.
menurut
Bahm ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia
sehingga menghasilkan suatu pengetahuan manusia yaitu:
1.
Mengamati
(Observes)
Pikiran
memiliki peran mengamati obyek-obyek dalam melaksanakan pengamatan terhadap
obyek, pikiran haruslah mengandung kesadaran, pengamatan sering kali muncul
dari rasa ketertarikan dalam obyek.
2.
Kegiatan
Menyelidiki (Inqures)
Ketertarikan
pada obyek membuat seseorang mau untuk mempelajari dan menyelidiki obyek
tersebut. Bagaimana obyek tersebut ada dan berkembang, manfaat dan obyek
tersebut minat seseorang terhadap obyek mendorong mereka mau terlibat untuk
memahami dan menyelidiki obyek-obyek tersebut.
3.
Tahapan
mempercayai obyek tersebut (Believes)
Setelah
mereka mempelajari dan menyelidiki obyek yang muncul dalam kesadaran mereka,
biasanya obyek tersebut diterima sebagai obyek yang tampak sikap percaya
biasanya dilawankan dengan keraguan.
4.
Hasrat
(Keinginan) dan Desires
Hasrat
atau keinginan timbul dari adanya ketertarikan pada kesenangan, kehormatan,
penghormatan, rasa aman dan lain-lain. Hasrat biasanya melibatkan beberapa
perasaan puas dan frustasi dan berbagai respon terhadap perasaan tertentu.
5.
Maksud
dan Tujuan (Intends)
Walaupun
seseorang memiliki maksud ketika akan mengobservasi, menyelidiki, mempercayai
dan berhasrat, namun perasaanya belum tentu mau menerima dengan segera,
terkadang mereka enggan atau malas untuk melaksanakanya.
6.
Mengatur
(Organizes)
Setiap
pikiran adalah suatu organisme yang teratur dalam diri seseorang, pikiran
mengatur melalui keadaran yang sudah jadi, disamping itu pikiran mengatur
melalui panggilan untuk memunculkan obyek serta melalui pengingatan dan
mendukung penampilan obyek-obyek.
7.
Proses
Penyesuaian (Adaptasi)
Menyesuaikan
pikiran-pikiran yang ada sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang
dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak da
tubuh. Fikiran itu berasal dari fisik, biologis, lingkungan dan kultural.
8.
Proses
Menikmati (Enjoys)
Pikiran-pikiran
dapat mendatangkan keasyikan, seseorang yang asyik dalam menekuni suatu
persoalan, maka ia akan menikmati itu dalam pikirannya.
Sedangkan Unsur-Unsur yang dapat membantu manusia untuk memiliki
pengetahuan dalam hidupnya :
1. Pengalaman
Hal yang pertama dan paling utama yang mendasarkan pengetahuan adalah
pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam diri
manusia dalam interaksinya dengan alam, lingkungan dan kenyataan, termasuk Yang
Ilahi. Pengalaman terbagi menjadi dua: (1) pengalaman primer, yaitu pengalaman
langsung akan persentuhan indrawi dengan benda-benda konkret di luar manusia
dan peristiwa yang disaksikan sendiri; (2) pengalaman sekunder, yaitu
pengalaman tak langsung atau reflektif mengenai pengalaman primer. Sekedar
contoh, saya dapat melihat teman-teman dengan kedua mata saya dan saya dapat
mendengar komentar teman-teman dengan kedua telinga saya. Inilah pengalaman
primer. Adapun pengalaman sekunder, saya sadar akan apa yang saya lihat dengan
kedua mata saya dan sadar akan apa yang saya dengar dengan kedua telinga saya.
Paling
tidak, ada tiga ciri pokok pengalaman manusia. Pertama, pengalaman manusia yang
beraneka ragam. Kedua, pengalaman yang berkaitan dengan objek-objek tertentu di
luar diri kita sebagai subjek. Dan ketiga, pengalaman manusia selalu bertambah
seiring dengan pertambahan usia, kesempatan, dan kedewasaan.
2. Ingatan
Pengetahuan manusia juga didasarkan pada ingatan sebagai kelanjutan dari
pengalaman. Tanpa ingatan, pengalaman indrawi tidak akan bertumbuh menjadi
pengetahuan. Ingatan mengandalkan pengalaman indrawi sebagai sandaran ataupun
rujukan. Kita hanya dapat mengingat apa yang sebelumnya telah kita alami.
Kendati ingatan sering kabur dan tidak tepat, namun kita dalam kehidupan
sehari-hari selalu mendasarkan pengetahuan kita pada ingatan baik secara
teoritis dan praktis. Seandainya ingatan tak dapat kita andalkan maka kita tak
dapat melakukan tugas sehari-hari seperti mengenal sahabat, pacar, dan
lain-lain. Tanpa ingatan, kegiatan penalaran kita menjadi mustahil. Karena
untuk bernalar dan menarik kesimpulan dalam premis-premisnya kita menggunakan
nalar.
Ingatan
tidak selalu benar dan karenanya tidak selalu merupakan bentuk pengetahuan.
Agar ingatan dapat dijadikan rujukan dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya bagi pengetahuan, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi
yakni: (1) kesaksian dan (2) konsisten.
3. Kesaksian
“Kesaksian” dimaksudkan untuk penegasan sesuatu sebagai benar oleh seorang
saksi kejadian atau peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya.
“Percaya” dimaksudkan untuk menerima sesuatu sebagai benar yang didasarkan pada
keyakinan dan kewenangan atau jaminan otoritas orang yang memberi kesaksian.
Dalam
mempercayai suatu kesaksian, kita tidak memiliki cukup bukti intrinsik untuk
kebenarannya. Yang kita miliki hanyalah bukti ekstrinsik. Menurut Descartes,
beberapa pemikir menolak kesaksian sebagai salah satu dasar dan sumber
pengetahuan karena kesaksian bisa keliru dan bersifat menipu. Walaupun
demikian, ada beberapa pengetahuan yang kebenarannya dirujukkan kepada
kesaksian seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis.
4. Minat dan Rasa Ingin
Tahu
Tidak semua pengalaman dapat dijadikan pengetahuan atau tidak semua
pengalaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk berkembang menjadi pengetahuan
subjek yang mengalami harus memiliki minat dan rasa ingin tahu. Minat
mengarahkan perhatian ke hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk
diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui terdapat unsur
penilaian. Orang akan memperhatikan dan mengetahui apa apa yang ia anggap
bernilai. Dan rasa ingin tahu mendorong untuk bertanya dan menyelidiki apa yang
dialaminya dan menarik minatnya. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Rasa ingin tahu terkait erat dengan pengalaman mengagumkan dan mengesankan
dengan keheranan yang dialami. Mengajukan pertanyaan yang tepat mengandaikan
bahwa orang tahu di mana ia tahu dan di mana ia tidak tahu. Maka, mengajukan
pertanyaan yang tepat adalah langkah pertama untuk memperoleh jawaban yang
tepat.
5. Pikiran dan Penalaran
Kegiatan pokok pikiran dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan adalah
penalaran. Bagi seorang guru, nalar adalah latihan intelektual untuk
meningkatkan akal budi anak didik. Bagi seorang advokat, nalar adalah cara
membela dan menyanggah kesaksian. Bagi ekonom, nalar adalah sarana membagi
sumber daya untuk meningkatkan efisiensi, daya guna, dan kemakmuran. Sedang,
bagi ilmuwan, nalar adalah metode merancang percobaan untuk memeriksa
hipotesis. Nalar dalam kehidupan kita sehari-hari selalu diartikan
rasionalitas. Nicholas Rescher mengatakan, “Bersikap rasional berarti
menggunakan kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam suatu keadaan.”
Ini definisi kasar, tapi berguna sebagai landasan untuk membangun suatu
argumen.
Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang telah
diketahui sebelumnya. Setidaknya ada tiga metode dalam proses penalaran.
Pertama, induksi yakni penalaran yang menarik kesimpulan umum (universal) dari
kasus-kasus tertentu (partikular). Kedua, deduksi yakni penalaran untuk
merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan
pernyataannya masih perlu untuk diuji coba.
6. Logika
Logika didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih. Ada
dua cara penarikan kesimpulan, yaitu logika deduktif dan logika induktif.
Logika deduktif adalah terkait dengan
penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat
individual (khusus).
Penarikan kesimpulan secara
deduktif biasanya menggunakan pola
berpikir yang dinamakan silogisme.
Silogisme disusun dari dua buah pernyataan (premis mayor dan premis minor)
dan sebuah kesimpulan.
Contoh :
Semua logam memuai jika dipanaskan (Premis
Mayor)
Besi adalah sebuah logam (Premis
Minor)
Jadi besi memuai jika dipanaskan (Kesimpulan)
Logika Induktif erat kaitannya dengan penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Contoh :
Ada fakta
bahwa kambing punya mata, ayam punya mata,
buaya punya mata, singa punya mata. Maka dapat disimpulkan bahwa semua
binatang punya mata.
Logika
secara induktif memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang
mengarah pada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.
7. Bahasa
Di samping logika penalaran juga mengandaikan bahasa. Tanpa bahasa manusia
tidak dapat mengungkapkan pengetahuannya. Dalam eksperimen antara bayi dan anak
kera yang lahir secara bersama waktunya, pada awalnya keduanya berkembang
hampir sejajar. Tapi seorang anak mulai bisa berbahasa, daya nalarnya menjadi
amat berekembang dan pengetahuan tentang diri sendiri serta lingkungannya
menjadi jauh melampaui kera seusianya.
8. Kebutuhan Hidup Manusia
Dalam interaksinya dengan dunia dan lingkungannya manusia membutuhkan
pengetahuan. Maka, kebutuhan manusia juga dapat mendasari dan mendorong manusia
untuk mengembangkan pengetahuannya. Berbeda dengan binatang, manusia memperoleh
pengetahuan tidak hanya didasarkan pada instingtif tapi juga kreatif. Manusia
adalah makhluk yang mampu menciptakan alat, memiliki strategi, dan
kebijaksanaan dalam bertindak.
Walaupun kebutuhan manusia yang mendasari pengetahuan termasuk ke dalam
dimensi pragmatis pengetahuan, tapi juga terdorong oleh rasa keingintahuan yang
dimiliki oleh manusia itu sendiri.
C.
Sumber
Pengetahuan
Semua
orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun dari mana pengetahuan itu diperoleh
atau lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari sana timbul pertanyaan bagaimana
kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Sebelum
membahas sumber pengetahuan, terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat
pengetahuan.
Pengetahuan
pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun
pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta
yang ada diluar akal.
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat
pengetahuan, yaitu:
1. Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis
terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau copy yang
sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat).
Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah copy dari yang asli yang
ada di luar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam
foto. Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan
tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2. Idealisme
Idealisme adalah menegaskan bahwa untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah
mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologis yang
bersifat subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idialis hanya
merupakan gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif
dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran
tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat
kebenaran. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau
penglihatan orang yang mengetahui atau (subjek).
Setelah kita mengetahui tentang hakikat pengetahuan dan pemaparan kedua madzhab yang menjelaskan hakikat ilmu itu sendiri, maka yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah dari mana pengetahuan itu bersumber? Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat
tentang sumber pengetahuan:
1.
Empirisme
Kata
ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan
kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Dengan
inderanya, manusia dapat mengatasi taraf hubungan yang semata-mata fisik dan
masuk ke dalam medan intensional, walaupun masih sangat sederhana. Indera
menghubungkan manusia dengan hal-hal konkret-material.
Pengetahuan
inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra
yang satu dengan indra yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis
indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing
indra menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi
objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan
terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
2.
Rasionalisme
Aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek.
Dalam
penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal.
Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang bersifat universal. Yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda
kongkret, seperti hukum kausalitas atau gambaran umum tentang benda tertentu.
Kaum rasionalis yakin bahwa kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3.
Intuisi
Intuisi
merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba
saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses
berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai disitu. Jawaban atas
permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran
yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang
tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak
tergantung waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Namun intuisi
ini bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4.
Wahyu
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan
oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang
diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai
kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup
masalah-masalah yang bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan
manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada
kepercayaan akan hal-hal yang ghaib ( supernatural ). Keparcayaan kepada tuhan
yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara
dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari
penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama.
Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa
saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.
D.
PERBEDAAN
ANTARA MANUSIA DAN HEWAN
Mahluk berpikir (homo sapiens)
Mampu membuat
alat/menggunakannya (homo faber)
Dapat berbicara/
berbahasa (homo longuens)
Hidup bermasyarakat
(homo socius)
Hidup berekonomi (homo
aeconomicus)
Menyadari adanya
Tuhan YME. (homo relijius)
E. Penutup
Pengetahuan
merupakan sesuatu yang paling berharga bagi kehidupan manusia, dan dengan
pengetahuan yang kemudian dia bisa berpikir tentang alam ini, berpikir tentang
kebenaran yang selalu dicari, berpikir tentang kebesaran Tuhan melalui alam
ciptannya ini, maka dia menjadi makhluk yang paling berguna dan paling mulia
dari pada makhluk yang lain.
Akan tetapi jika seorang manusia dengan obsesi pengetahuannya, yang kemudian akhirnya merusak lingkungan, mengabaikan keharmonisan alam, hingga membunuh sesamanya, maka dengan itu dia bisa menjadi makhluk yang paling mengerikan dan paling hina diantara makhluk ysng lain.
Dengan pengetahuan yang berorientasi pada pencarian kebenaran dengan berbagai kriteria dan fersi yang telah dipaparkan diatas, maka hendaklah manusia bisa lebih arif dalam menyikapi fenomena yang terjadi dengan berbagai perbedaan yang ada, bagaimana bisa mengakomodir semua perbedaan tersebut menjadi suatu khazanah yang harmonis dan bersanding bersama untuk berjalan bareng menuju kemajuan kehidupan bersama yang lebih baik.
Akhirnya demikianlah sekelumit yang bisa kami paparkan semoga bisa ikut memberi kontribusi positif bagi khazanah pemikiran kita supaya bisa lebih dewasa dalam bersikap dan lebih bijak menerima perbedaan dalam khazanah keilmuwan yang ada.
Daftar
Pustaka
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, cet. XVI, Jakarta : Sinar Harapan, 2003.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, cet. I, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.
----------, Amsal Filsafat Agama I, cet. I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
A, Qadir C., Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta : Pustaka Obor Indonesia, 2002.
Edwards, Paul. (Ed)., The Encyclopedia of Philosophy, Vol. V., New York: Collie Mac Millan Publishing Co., ed. 2, 1972.
Gazalba, Sidi Sistematika Filsafat, Pengantar Kepada Teori Pengetahuan, Buku II, cet. I, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
Salam, Burhanuddin, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan, cet. I, Jakarta : Rinika Cipta, 1997.
Amin, Miska Muhammad Epistemologi Islam, Jakarta : UI Press, 1983.
Rasyidi (ED)., H.M. Filsafat Agama, cet. IX, Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002.
Baker, Anton dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, cet. IV, Yogyakarta : Kanisius, 1994.
Kattsoft, Louis O., Pengantar Filsafat, cet. VII, Yogyakarta : Tiara Wicana Yogya, 1996.
Watholy, Aholiab, Tanggung Jawab Pengetahuan, cet. V, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Hadi, Hardono, Epistemologi; Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: kanisius, 1997.
J. Sudarminta, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat
Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 32.
Donald B. Calne, Batas Nalar: Rasionalitas dan Perilaku Manusia, terj. Parakitri T. Simbolon (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2005), hlm. 19-20.
https://www.bungandi.com/2020/01/konsep-dasar-pengetahuan.html
BalasHapus